Minggu, 26 April 2009

Profesionalisme Profesi Dokter

Kemajuan yang pesat dalam bidang ilmu pengetahuan khususnya ilmu pengetahuan dan teknologi ilmu kedokteran menuntut tersedianya sumber daya manusia yang handal dan terampil serta profesional dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Di pihak lain, tersedianya alat dan teknologi yang canggih akan mudah memperoleh informasi dengan cepat sehingga masyarakat sebagai pengguna sadar akan hak-haknya disamping kewajiban-kewajiban yang harus ia penuhi.

Perlu kita sadari bahwa akhir-akhir ini dirasakan peningkatan keluhan masyarakat baik di media elektronik maupun media cetak terhadap tenaga dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan. Kita memahami bahwa pelayanan kesehatan merupakan proses hilir, baik buruknya pelayanan kesehatan ditentukan proses dari hulu, yaitu pendidikan profesi kedokteran dan menjunjung etika kedokteran.

Semua ini tentu tidak terlepas dari bagaimana proses pendidikan yang dijalani tenaga kesehatan tersebut sehingga benar-benar memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai sebelum terjun di tengah-tengah masyarakat.

Profesi kedokteran sebenarnya telah lama menjadi sasaran kritik sosial yang tajam. Rasa kurang puas terhadap profesi kedokteran muncul dalam media massa. Sejauh ini, masyarakat biasanya baru tersentak jika pelanggaran etik kedokteran menyangkut juga bidang hukum. Baik hukum pidana maupun perdata. Dengan makin berkembangnya kesadaran masyarakat akan hak mereka dan kewajiban profesi kedokteran, tindakan-tindakan yang merupakan pelanggaran etik kedokteran makin mudah tampak. Hal-hal yang dahulu tidak dikenal sebagai pelanggaran, sekarang sudah mulai disadari. Bahkan tindakantindakan yang sebenarnya tidak termasuk pelanggaran etik dengan mudahnya dianggap sebagai pelanggaran etik, bahkan dinyatakan sebagai malpraktek. Ini semua menimbulkan kesan bertambahnya kasus-kasus pelanggaran etik. Tambahan lagi kemajuan ilmu kedokteran merupakan peluang baru untuk timbulnya masalah-masalah etik.

Kemampuan mengambil keputusan etik tidaklah sama pada semua dokter. Pendidikan dokter hampir semuanya diarahkan kepada penguasaan ilmu dan keterampilan untuk membuat diagnosis, dan mengambil keputusan ilmiah. Namun, pendidikan formal dan latihan dalam melakukan penilaian etik untuk menuju kepada pengambilan keputusan yang dapat dipertanggung jawabkan, sangat sedikit, bahkan banyak yang tidak mendapatkannya sama sekali. Pengambilan keputusan etik perlu dibiasakan, terutama secara formal di fakultas kedokteran, dengan suatu metode yang menggunakan jalur penalaran rasional. Prinsip dasar etika kedokteran meliputi : prinsip tidak merugikan (non maleficence), prinsip berbuat baik (beneficence), prinsip menghormati otonomi pasien (autonomy), dan prinsip keadilan (justice).


Contoh bentuk profesionalisme dari seorang dokter

Seorang dokter dalam memberikan tindakan medic pada pasien seorang dokter harus informed consent terlebih dahulu dengan pasien. informed consent merupakan unsur pokok dari tanggung jawab professional kedokteran, yaitu suatu izin atau pernyataan setuju dari pasien yang diberikan secara bebas, sadar, dan rasional, setelah pasien menerima informasi yang dipahaminya dari dokter tentang keadaan penyakitnya.

Namun untuk hal-hal khusus (keadaan gawat darurat) izin dari pasien tidak lagi menjadi masalah yang penting, justru penundaan operasi yang berakibat serius hanya karena menunggu pasien atau keluarganya, dapat manjadi dasar penuntutan terhadap dokter karena tindakan kelalaian. Misalnya pada kasus kecelakaan lalu lintas dimana pasien dalam keadaan tidak sadar dan tidak ada anggota keluarga yang hadir, padahal keadaan pasien sedemikian gawatnya sehingga harus dilakukan operasi segera untuk menyelamatkannya. Dalam keadaan seperti ini, setiap penundaan (penundaan operasi) akan berakibat serius bahkan fatal terhadap pasien sehingga tidak ada waktu lagi untuk menghubungi pasien (apalagi meminta izin untuk operasi), maka dokter dapat bertindak melakukan segala langkah yang diperlukan (termasuk operasi) untuk menyelamatkan nyawa pasien tanpa perlu menunggu izin dari siapapun justru jika terjadi sesuatu karena penundaan malah bisa dituntut.

Sumber : Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Standar Pendidikan Profesi Dokter. Jakarta : Konsil Kedokteran Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar